Oleh: Ghaniy Ratu Kemala | Universitas Negeri Padang
Syamsul Taberi, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Rao, merupakan salah satu tokoh heroik dalam sejarah perjuangan rakyat Minangkabau melawan penjajah Belanda. Disaat mendengar nama tersebut pasti kita akan mengingat tentang sejarah Perang Paderi: perang antara kaum adat dan kaum paderi yang terjadi di Sumatera Barat, yang dikatakan perang terlama karena perang ini dimulai dari tahun 1803 hingga 1838. Selain Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao menjadi tokoh sentral yang memimpin perlawanan gigih terhadap kolonialisme Belanda dan juga memperkuat posisi gerakan dakwah Islam yang bersifat pembaharuan di Minangkabau.
Tuanku Rao diangkat menjadi pemimpin oleh Tuanku Imam Bonjol karena kemampuan dan kecerdasannya dalam hal memimpin serta memahami ajaran agama Islam. Tidak hanya itu, Ia juga diangkat sebagai ketua Benteng Rao, yang didirikan pada tahun 1820-an dengan tujuan untuk keamanan dan pertahanan daerah Rao. Benteng ini berada di kawasan Padang Matinggi. Pendirian benteng ini atas inisiatif Tuanku Imam Bonjol yang dikerjakan oleh rakyat Rao bersama laskar paderi yang dipimpin Tuanku Rao. Benteng Rao menjadi simbol kekuatan dan ketahanan rakyat dalam menghadapi tekanan kolonial dan perlawanan dari kaum adat yang menolak kekuasaan ekstrem kaum Paderi.
Perjuangan Tuanku Rao ini tidak hanya demi tegaknya syari’at Islam saja, akan tetapi juga mempertahankan kedaulatan tanah Minangkabau dari penindasan kaum Kolonial. Tuanku Rao memimpin sejumlah pertempuran besar yang menantang kekuasaan Belanda, termasuk penaklukan wilayah Batak dan Mandailing untuk memperluas pengaruh dan mendukung basis kekuatan gerakan Paderi. Dalam buku "Minangkabau Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku Imam Bonjol", disebutkan bahwa Tuanku Rao dan Tuanku Tambusai menjadi perwira Paderi yang memimpin pasukan di Tapanuli Selatan dan daerah pesisir barat Minangkabau. Kedua tokoh ini berada di bawah komando Tuanku Imam Bonjol, dan peran mereka sangat penting dalam memperluas dan memperkuat basis pertahanan Paderi di wilayah utara Minangkabau.
Tuanku Rao gugur sebagai syahid di Air Bangis setelah melakukan perlawanan panjang melawan Belanda. Kematian beliau menjadi simbol keberanian dan semangat juang yang tak pernah padam. Keberanian dan keimanan Tuanku Rao menjadi inspirasi besar bagi generasi penerus, membuktikan bahwa keberanian dan keimanan dapat mengalahkan kekuatan kolonial yang sangat besar sekalipun.
Kisah keberanian Tuanku Rao hendaknya menjadi bahan refleksi berharga untuk kita semua. Sejarah memperlihatkan bahwa perjuangan dan keberanian dalam membela kebenaran bukan hanya milik tokoh di masa lalu, tetapi harus juga menjadi inspirasi dalam menghadapi tantangan zaman sekarang. Mari kita kenang dan pelajari perjuangan Tuanku Rao sebagai semangat untuk menjaga keutuhan, keadilan, serta keberanian dalam memperjuangkan hak dan kebenaran bangsa dan agama. Dengan mengenang perjuangannya, kita diingatkan bahwa keberanian, iman, dan tekad adalah pondasi utama dalam memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan sejati.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Sjarifoedin Tj A, N. (2011). Minangkabau dari dinasti Iskandar Zulkarnain sampai Tuanku Imam Bonjol. (No Title).
Rohanah, S., & Ajisman, A. (2005). Tuanku Rao: perananannya dalam gerakan paderi.
0 Komentar